Mau Jakarta Bebas Banjir? Hardiyanto Kenneth: Kuncinya Komitmen dan Tinggalkan Cara Lama

21 Oktober 2021, 15:33 WIB
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth dalam satu kesempatan meninjau lokasi permukiman terdampak banjir. /PublikTanggamus.com/Hardiyanto Kenneth

PUBLIKTANGGAMUS.COM - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth membeberkan penanganan banjir khususnya di Jakarta, yang harus menerapkan teknologi dan tidak hanya membatasi kewaspadaan, tapi praktiknya masih menggunakan cara-cara manual.

Menurut pria yang disapa Kent itu, penerapan early warning system dengan mengkombinasikan teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) dari tingkat satuan kerja hingga perangkat RT adalah jawaban, bagaimana Jakarta dianggap sebagai dampak banjir yang sering menimbulkan korban jiwa dan materi.

”Maka saya mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk mulai melakukan langkah taktis itu. Sistem peringatan dini adalah jawaban. Penanggulangan banjir tidak bertumpu pada pengerukan lumpur sungai saja, yang nyatanya juga tidak maksimal. Ini kembali pada komitmen, mau atau tidak!," tegas Kent, Kamis 21 Oktober 2021.

Baca Juga: Waspada Banjir Susulan, 230 Rumah di Kota Malang Terendam

Kata Kent, pengerukan lumpur sungai yang awalnya dapat dimaksimalkan ternyata jauh dari harapan, karena keterbatasan alat berat yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta hingga tambal sulam penggunaan alat berat dilakukan, hal tersebut menjadi bukti bahwa Pemprov DKI tidak mendukung infrastruktur pendukung, apalagi mau bicara teknologi .

”Kalau deteksi dini penanganan banjir saja masih pakai ombrometer manual (alat ukur curah hujan), ya jelas tertinggal jauh dong. Di zaman 4.0 seperti sekarang ini cara seperti ini sangat tidak realistis dan tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, penerapan teknologi harus mulai dilakukan,” terang politik PDI Perjuangan itu.

Menurut Kent, Pemprov DKI hanya bisa bertumpu pada keberadan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang hanya bekerja cuaca cuaca, dan tidak bisa mengamati pengamatan manual menggunakan ombrometer.

Baca Juga: Bapak Suhud Banjir Donasi Puluhan Juta Menanti Usai Dimarahi Baim Wong

”Sekali lagi, terapan teknologi harus dibuat. Jangan juga hanya mengandalkan sumur resapan saja, sumur resapan itu cocok jika digunakan untuk fungsi wilayah agar tangkapan airnya berkurang. Namun, tidak bisa mengatasi permasalahan luapan air sungai," bebernya.

Kata Kent, ada tiga aspek yang mempengaruhi banjir di DKI Jakarta yaitu pertama hujan di hulu yang mengakibatkan banjir kiriman.

Kedua hujan di atas Jakarta (Hujan Lokal), dan ketiga kondisi air laut pasang naik, yang menyebabkan aliran sungai tidak bisa masuk ke laut. Poin pertama dan kedua adalah fenomena meteorologi dan poin ketiga adalah fenomena astronomi.

Baca Juga: Warga Sintang Masih Diliputi Cemas, 8.917 Unit Rumah Terdampak Banjir

TNI-Polri Bantu Warga Korban Banjir Jakarta.

Paling berbahaya adalah jika fenomena ketiga tersebut terjadi dalam waktu yang bersamaan, akibat dari banjir besar seperti yang terjadi pada awal tahun 2020, drainase di DKI Jakarta hanya dapat menampung 100-150 mm per hari, tetapi yang terjadi pada Januari 2020 curah hujan turun 377m m perhari.

Sehingga drainase kita tidak mampu menampung air hujan sehingga tumpah ke jalan dan mengakibatkan banjir. "Bisa dibayangkan jikalau kita hanya memikirkan infrastruktur saja, tetapi kita tidak siap secara teknologi," terangnya.

Intinya, sambung dia, jika siap secara teknologi, DKI Jakarta akan mampu menghitung berapa curah hujan yang akan turun perharinya dan bisa disandingkan dengan kesiapan volume drainase kita.

Baca Juga: PSI Resmi Digugat Rp1 Triliun, Viani Limardi: Karena Ini Fitnah, Kita Buktikan Kebenaran itu di Pengadilan

"Kita mau menanggulangi banjir ini tidak cukup hanya dalam konsep pembangunan infrastruktur saja, data itu penting jadi saat kita berbicara tidak terkesan asbun," ketus IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.

Kent juga mengkritisi statemen Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Riza Patria, yang menyebut DKI mempersiapkan persiapan untuk menghadapi pengungsian untuk penanganan banjir, yang terkesan pasrah dan akal.

Kok terkesan pasrah ya. Apa tidak ada strategi lain atau sudah kehabisan akal untuk menekan dampak banjir selain hanya menyediakan tempat pengungsian saja? Kalau berbicara itu, berarti sama saja mengangkat bendera putih dong," tandasnya.

Baca Juga: Terbukti Pagelaran Formula E Tidak Ada Persiapan Matang dan Jelas, Kent: Batalkan Saja!

Maka itu, ia menyarankan, benahi saja upaya deteksinya, agar kita semua tidak lagi menggunakan ombrometer manual lagi, ombrometer memiliki banyak kelemahan, salah satunya adalah frekwensi pengamatannya tidak akan intens dan jarang, seharusnya menghitung curah hujan permenit tetapi dengan ombrometer ini bisa 1 atau 2 kali perhari.

"Kemudian karena pola pengamatannya manual, maka risiko salah baca juga tinggi, sehingga data yang di dapat kurang akurat. Pola menghitung curah hujan dengan ombrometer ini masih menggunakan gelas plastik, masa sekarang ngukur curah hujan masih pake gelas plastik," beber Kent.

Selain itu, menurut Kent, anggaran DKI Jakarta diyakini dapat memback-up hal-hal mendesak seperti penanganan banjir termasuk menggerakan perangkat dari Kecamatan hingga RT sebagai upaya antisipasi banjir.

Baca Juga: Puan Maharani: Pemerintah Harus Jawab Kebingungan Masyarakat Soal PCR!

Banjir Jakarta pada Sabtu, 20 Februari 2021 menggenang sebagian wilayah Jakarta. Foto: Tangkapan layar / Reuters.com/Reuters

Ketika sudah ada penerapan teknologi maka harus mengkolaborasikan dengan unsur kecamatan, kelurahan sampai RT harus dijalankan pula. Beri insentif yang cukup untuk mereka yang simpan.

Ini namanya kolaborasi. Soal angggaran, APBD DKI itu tumpah ruah, wajib memakai teknologi yang mutakhir, agar masalah banjir ini bisa teratasi di tahap awal dan saya optimis jika Gubernur Anies bisa mengelola APBD dengan baik, saya yakin semua masalah ini akan teratasi, ” dia.

Sejalan dengan itu, Kent juga berharap tiga aspek penanganan banjir di Jabodetabek baik secara teknis, ekologi hingga sosial harus terus dimatangkan dan diselaraskan dengan Kementerian terkait termasuk daerah penyangga Ibu Kota.

Baca Juga: Arief Poyuono: Ada Garong di Proyek Formula E? KPK dan Kejaksaan Sikat Saja

Pemprov DKI jangan hanya fokus pada antisipasi air yang datang dari hulu sampai hilir dan pembangunan infrastruktur saja. Tapi sistem peringatan dini yang memadai harus menjadi skala prioritas.

"Ingat sebentar lagi kita akan memasuki akhir tahun dan biasanya akan terjadi curah hujan yang tinggi di bulan Desember, Januari dan Februari. Antisipasi konkrit harus segera berjalan, jangan memaparkan narasi dibesar-besarkan," pungkas Kent.***

 

Editor: Syaiful Amri

Tags

Terkini

Terpopuler