PUBLIKTANGGAMUS.COM - Setelah enam bulan pembunuhan massal, kekerasan mulai berkurang. Pada tanggal 11 Maret 1966, Soeharto mengklaim bahwa Presiden Soekarno memberinya wewenang penuh untuk memerintah negara.
Banyak yang percaya bahwa dokumen yang diduga memberinya kekuasaan, yang dikenal sebagai Supersermar adalah palsu. Dua tahun kemudian, sang jenderal mengambil alih kursi kepresidenan. Maka dimulailah Orde Baru.
Catatan sejarah politik Indonesia ini kembali ditulis Michael G. Vann dengan judul “Indonesia Still Hasn’t Escaped Soeharto’s Genocidal Legacy” di Jacobin sebuah majalah kiri Amerika Serikat yang selalu menawarkan perspektif sosialis tentang politik, ekonomi, dan budaya, Sabtu 2 September 2021.
Baca Juga: Warisan Diktator Orba Soeharto Terus Gaungkan Peristiwa 1965, Misinya Merebut Kekuasaan
Dikatakannya, selama 32 tahun, Soeharto yang suka dipanggil Pak Harto, istilah bermartabat yang berarti “ayah” atau “tuan”.
Berbeda dengan moniker jenaka pendahulunya-memerintah sebagai diktator militer. Korupsi menjadi merajalela attas nama keamanan nasional.
Pak Harto melenyapkan saingannya saat dia dan pendukungnya mengumpulkan kekuatan dan kekayaan yang meningkat. Mengklaim bahwa mereka membela negara terhadap musuh internal maupun eksternal.
Baca Juga: Tudingan Pemerintah Anti Islam sampai Merosotnya Demokrasi Dijawab Tuntas Mahfud MD
Ketika itu, di bawah Pak Harto, TNI menekan serikat pekerja dan mengambil kendali atas sektor-sektor utama ekonomi. Perwira tinggi menemukan banyak peluang untuk korupsi.