Tanpa Sensor, Toleransi Pertumpahan Darah Dikemas dalam Film Horor yang Sengaja Digaungkan Era Orba

- 2 Oktober 2021, 13:37 WIB
Sertifikat RPKAD (sekarang Kopassus) yang diberikan kepada KOKAM Pemuda Muhammadiyah atas perjuangannya menumpas Gestapu(G30S)/PKI. Itulah kenapa KOKAM pakai baret merah seperti milik Kopassus
Sertifikat RPKAD (sekarang Kopassus) yang diberikan kepada KOKAM Pemuda Muhammadiyah atas perjuangannya menumpas Gestapu(G30S)/PKI. Itulah kenapa KOKAM pakai baret merah seperti milik Kopassus /Pemuda Muhammadiyah Bali/

PUBLIKTANGGAMUS.COM - Dengan hancurnya PKI, negara mengejar kekuatan lain di luar kendalinya. Baik yang nyata maupun yang dibayangkan.

Ketika ketidakpuasan ekonomi menyebabkan kerusuhan berhari-hari di Jakarta pada tahun 1974, rezim menindak kelompok mahasiswa dan memberlakukan pembatasan lebih lanjut pada pers.

Dalam waktu kurang dari satu dekade, keadaan pengecualian Soeharto telah menjadi normal. Namun sistem Orde Baru (Orba) selalu membutuhkan musuh, semacam hantu yang mengancam untuk membenarkan kekuasaannya yang kejam.

Baca Juga: Narasi Empat Setengah Jam Tentang Kudeta yang Terukir dalam Sejarah Soeharto Disebut Palsu

Etnis Tionghoa menghadapi diskriminasi serius di bawah Suharto. Orde Baru menggunakan Sinophobia untuk menggalang dukungan. Paradoksnya, propaganda semacam itu menyerang orang Cina karena dianggap terikat dengan PKI.

”Sebabnya karena menjadi mereka menjadi pedagang dan pengusaha yang sukses,” tulis Michael G. Vann dalam analisis sejarah yang ditulisnya berjudul “Indonesia Still Hasn’t Escaped Soeharto’s Genocidal Legacy” yang dilansir Jacobin sebuah majalah kiri Amerika Serikat.

Sementara ia menjalin aliansi dengan beberapa bisnis etnis Tionghoa. Hebatnya, Soeharto tetap menekan manifestasi budaya Tionghoa seperti Tahun Baru Imlek.

Baca Juga: Mengugat Supersemar sebagai Warisan Genosida Soeharto yang Belum Berakhir

Dengan segala bentuk politik kiri yang efektif berakhir, beberapa pembangkang beralih ke radikalisme Islam. Dari tahun 1942 hingga 1965, Darul Islam (Rumah Islam, DI) telah menolak pembentukan Republik Indonesia yang sekuler.

Halaman:

Editor: Syaiful Amri


Tags

Terkait

Terkini