Pakar Bahasa Soroti Diksi ‘Jin Buang Anak’ yang Menjerat Edy Mulyadi

31 Januari 2022, 22:05 WIB
Aliansi Gerakan Solidaritas Pemuda Mahasiswa Kalimantan Tengah berunjuk rasa di Jalan Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat 28 Januari 2022. Dalam aksi tersebut mereka meminta Polda Kalimantan Tengah untuk mendorong Polri agar memproses secara cepat kasus hukum dugaan ujaran kebencian oleh Edy Mulyadi yang telah menghina Pulau Kalimantan terkait lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru. /Antara/Makna Zaeza

PUBLIK TANGGAMUS - Pakar Bahasa Universitas Nasional Wahyu Wibowo menilai pernyataan Edy Mulyadi yang menyebut ‘Jin buang anak’ hingga memantik reaksi warga warga Kalimantan adalah cermin begitu penting etika dalam berbahasa.

Sudut pandang bahasa yang disampaikan Edy Mulyadi ketika diterima warga Kalimantan tentu akan dimaknai sebagai SARA, bermuatan provokatif dan ujaran kebencian, lantaran etika bahasanya tidak pas.  

Beda persoalannya, jika diksi ‘jin buang anak’ yang ditujukan ke Kalimantan itu disertai dengan data, bukti otentik, maka arahnya akan dinilai sebagai kritik konstruktif. 

Baca Juga: Menebar Kebencian, Edy Mulyadi Ditahan dan Diancam 10 Tahun Penjara

”Kalau perumpamaan sama, tapi konteks bahasa bisa menimbulkan perbedaan pandangan. Di situlah letak etika berbahasa. Kebebasan berbahasa diri kita sendiri tidak sama dengan orang lain,” ujar Wahyu Wibowo, Senin 1 Januari 2021.

Menurut Wahyu Wibowo, apa yang disampaikan Edy Mulyadi sangat sensitif dan berimbas negatif pada dirinya. Terbukti beberapa minggu ini viral. Publik terus memantau lebih jauh perkembangan kasus itu.

”Ini persoalan etika berbahasa. Kritik itu kan membedah adanya masalah. Membawa benang, bawa gunting, memberikan bukti-bukti, itu namanya membedah dalam konteks kritik. Kalau (jin buang anak) itu bukan kritik. Terbukti memunculkan reaksi masyarakat Kalimantan,” terang Wahyu Wibowo.

Baca Juga: Merasa Akan Ditahan Edy Mulyadi Bawa Perlengkapan Mandi, Gus Yahya: Ini Berkah Tanah Kalimantan

Sementara Ibu Kota Negara (IKN) yang ditetapkan di Kalimantan sudah selesai sejalan dengan penetapan yang dilakukan oleh DPR RI. Posisi ini yang membedakan antara kritik, posisi IKN sendiri, dan tempat 'Jin buang anak'. 

Problem lain, penegasan Edy Mulyadi termuat dalam akun youtube yang sebarannya meluas di jejaring media sosial dan dibagikan kemana-man. 

Baca Juga: Perkara 'Jin Buang Anak' Edy Mulyadi Diproses Hukum

Diksi inilah, lanjut Wahyu Wibowo yang ditangkap dan dimaknai berbeda oleh masyarakat Kalimantan, bahkan di daerah lain seperti di Medan yang mengkritisi diksi 'jib buang anak' itu.

”Saat kalimat atau bahasa itu sampai ke orang lain maka orang tersebut akan merekonstruksi bahasa yang disampaikan, dan kalimat 'Jin buang anak' inilah yang menimbulkan bias makna, sehingga ekspresi warga Kalimantan marah,” paparnya.

Diksi kata ‘Jin buang anak’ yang terang benerang disampaikan Edy Mulyadi tentu berimbas pada dirinya sendiri lantaran ada jeratan hukum, UU atau  ketentuan yang berlaku.

”Apakah cukup dengan menyampaikan kata maaf? yang pasti ada konsekuensinya. Maka kalau kita bicara secara umum itu kebablasan, sudah barang tentu menyebabkan respon. Cermati saja, apa tujuan dan niatnya dari diksi yang disampaikan,” pungkas Wahyu Wibowo.

Seperti diketahui youtuber Edy Mulyadi telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan usai menjalani pemeriksaan dari pukul 16.30-18.30 WIB di Mabes Polri, Senin, 31 Januari 2022.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Brigjen. Pol. Dr. Ahmad Ramadhan menjelaskan telah dilakukan pemeriksaan terhadap EM (Edy Mulyadi) sebagai saksi dan memperhatikan sebagai bukti.

Penyidik juga telah meminta keterangan terhadap 55 orang saksi dilanjutkan dengan 37 saksi lainnya. ”Saksi yang kami mintai keterangan 18 orang di antaranya merupakan ahli,” jelas Ahmad Ramadhan dalam konfrensi pers.

Dari saksi ahli bahasa, sosial hukum, pidana, ITE, analasis medsos, dan forensik. ”Setelah dilakukan pemeriksaan dari pagi hingga pukul 16.15 WIB selanjutnya penyidik melakukan gelar perkara, dan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada pukul 18.30 WIB,” terangnya.

Selanjutnya pemeriksaan Edy Mulyadi sebagai tersangka berlangsung kurang lebih selama dua jam. Dasar penerapan sebagai tersangka yakni Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE.

Dalam pasal tersebut disebutkan; Bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.

”Edy juga dijuntokan dengan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Perhimpunan Hukum Pidana, jo Pasal 156 KUHP. Penahanan dilakukan dengan alasan subjektif dan objektif,” papar Ramadhan.

Edy Mulyadi ditahan untuk kepentingan penyidik baik secara objektif maupun subjektif.

”Subjektif karena dikhawatirkan melarikan diri, melarikan barang bukti, mengulangi perbuatan, sementara objektif karena tuntutan di atas lima tahun,” jelas Ramadhan.

Akun youtube Edy Mulyadi sambung Ramadhan disita sebagai barang bukti dan pendalaman atas perkara yang menjerat pria yang sempat mencalonkan diri sebagai anggota Legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

”Ya akun Youtube bersangkutan disita, penahanan dilakukan di bareskrim polri, Edy Mulyadi diancam ancaman 10 tahun. Penyidikan dilakukan secara objektif, proporsional dan profesional sesuai fakta,” tutup Ramadhan.***

Editor: Syaiful Amri

Tags

Terkini

Terpopuler