Dampak Perkawinan Anak Perbesar Risiko Stunting

- 16 September 2021, 21:21 WIB
Ilustrasi pandemi Covid-19 membuat angka stunting di Indonesia naik.
Ilustrasi pandemi Covid-19 membuat angka stunting di Indonesia naik. /Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial

PUBLIKTANGGAMUS.COM - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, bahwa dampak dari perkawinan anak dapat memperbesar risiko stunting.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020, bayi yang dilahirkan ibu dengan usia di bawah 20 tahun rentan terhadap masalah fertilitas.

"Bayi yang dilahirkan dari ibu berusia di bawah 20 tahun memiliki risiko lebih besar dalam melahirkan bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan komplikasi kehamilan yang memperbesar risiko stunting," kata Bintang dalam Rakor bersama BKKBN, Kamis, 16 September 2021.

Baca Juga: Kemendikbudristek Luncurkan Akun Pembelajaran Belajar.id.

Bintang melihat, di Indonesia angka perkawinan anak masih tinggi. Tercatat masih 10,35 persen prevalensi perkawinan anak, sehingga diperlukan upaya bersama untuk menekannya.

Kementerian PPPA telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mecegah perkawinan anak. Pihaknya telah membuat gerakan bernama Gebyar PPA yang merupakan tindak lanjut dari strategi nasional pencegahan perkawinan anak.

"Edukasi mengenai perkawinan anak dan kehamilan usia dini harus bisa terus digalang hingga ke tingkat akar rumput," ujarnya

Menurut Bintang, terbebas dari stunting merupakan hak dasar anak sekaligus hak asasi manusia. Untuk itu, pemerintah dan semua pihak berkewajiban memehuni hak anak tersebut.

"Stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar anak. Apalagi, era disrupsi dan pandemi covid-19 menambah peliknya upaya mencapai target penurunam angka stunting menjadi 14 persen pada 2024," pungkasnya.

Baca Juga: Jumlah Masyarakat yang Sudah Divaksin Dosis Pertama Capai 76.153.487 Orang

Editor: Ardi Hariadi

Sumber: Kemen PPPA


Tags

Terkait

Terkini