Erupsi Anak Gunung Krakatau Bawa Bayang-bayang Bencana

- 5 Februari 2022, 05:47 WIB
Gunung Anak Krakatau meletus
Gunung Anak Krakatau meletus /Magma Indonesia

PUBLIK TANGGAMUS - Gunung Anak Krakatau membawa bayang-bayang katakutan akan bencana bagi warga pesisir Banten dan Lampung saat erupsi yang terjadi Jumat 4 Fabruari 2022.

Erupsi sebanyak 9 kali itu menjadi tanda akan adanya bahaya baik gempabumi maupun tsunami yang menjadi bencana nasional.

Kekhawatiran ini tidak berlebihan pasca peristiwa 2 Agustus 2019 terjadi gempa Magnitudo 7,4 yang merusak di Banten dan terjadi tsunami.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Meletus, Semburan Abu Mengarah ke Timur Laut

Apalagi Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko mengingatkan akan adanya potensi gempa bumi megathrust Selat Sunda yang mencapai Magnitudo 8,7.

Berdasarkan pemantauan visual oleh PVMBG, terdapat indikasi bahwa erupsi yang terjadi merupakan tipe magmatik, sejalan dengan kegempaan vulkanik yang terekam.

Adapun kegempaan gunungapi Anak Krakatau sendiri telah terjadi sejak 16 Januari- 4 Februari 2022.

Baca Juga: Pengamanan Ops Lilin Krakatau 2021, Ribuan personil Dikerahkan Pengamanan Muktamar NU

Kondisi tersebut ditandai dengan terekamnya gempa-gempa vulkanik dan gempa permukaan yang mengindikasikan adanya intrusi magma dari bawah ke permukaan secara bertahap.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menjelaskan daratan sekitar pusat gempa bumi di Banten dan Lampung pada umumnya berupa morfologi.

Morfologi merupakan dataran dan perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh endapan sedimen berumur kuarter hingga tersier.

Baca Juga: Shin Tae Yong Panggil Kanu dan Irfan Jauhari ke Timnas U-23

Endapan kuarter dan tersier yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi.

Dari posisi lokasi pusat gempa bumi, kedalaman dan data mekanisme sumber dari BMKG, USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, gempa bumi tersebut diakibatkan oleh aktivitas penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di selatan Jawa bagian barat (sekitar Selat Sunda).

Pada lokasi itu, mekanisme sesar naik yang berarah relatif barat laut-tenggara. Gempa bumi Magnitudo 6,6 merupakan gempa bumi yang terjadi pada bidang gesek antara kedua lempeng tersebut.

Melihat pada kondisi endapan yang telah mengalami pelapukan, maka tak heran gempa yang terjadi di sekitar wilayah Banten selalu diiringi dengan banyaknya kerusakan.

Berdasarkan data BMKG, telah terjadi delapan kali gempa yang merusak di sekitar Selat Sunda/Banten, mulai dari periode 1851 hingga Agustus 2019, sebelum gempa 6,6 M mengguncang pada awal tahun 2022 ini.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati merinci pada Mei 1851 gempa kuat di sekitar Teluk Betung dan Selat Sunda menyebabkan gelombang tsunami setinggi 1,5 meter, namun tidak ada laporan berapa kekuatannya.

Kemudian pada 9 Januari 1852, gempa yang juga tidak diketahui kekuatannya menyebabkan tsunami kecil.

Pada 27 Agustus 1883 terjadi tsunami di atas 30 meter akibat letusan Gunung Krakatau. Lalu pada 23 Februari 1903 terjadi gempa Magnitudo 7,9 yang berpusat di selatan Selat Sunda dan menyebabkan kerusakan di Banten.

Pada 26 Maret 1928 terjadi tsunami kecil yang teramati di Selat Sunda pascagempa kuat, namun tidak diketahui berapa kekuatan getarannya.

Pada 22 April 1958 terjadi gempa kuat di Selat Sunda diiringi dengan kenaikan permukaan air laut/tsunami.

Pada 22 Desember 2018 terjadi longsoran akibat letusan Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami.

Terakhir pada 2 Agustus 2019 terjadi gempa Magnitudo 7,4 yang merusak di Banten dan terjadi tsunami.

Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko mengingatkan akan adanya potensi gempa bumi megathrust Selat Sunda yang mencapai Magnitudo 8,7.

Menurut dia, potensi gempa bumi megathrust Selat Sunda adalah Magnitudo 8,7, namun bisa saja lepasnya bersamaan dengan segmentasi di atasnya, yaitu megathrust Enggano, dan di sebelah timurnya megathrust Jawa Barat-Tengah.

"Jika pelepasan potensi gempa tersebut terjadi bersamaan, maka magnitudo gempa bumi bisa mencapai 9 atau lebih. Energi yang dihasilkan dari potensi gempa itu mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh 2004," katanya.

Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi sebanyak sembilan kali pada Jumat, menurut laporan Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, Abdul mengatakan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mencatat erupsi terjadi pada pukul 09:43, 10:25, 10:28, 12:46, 13:00, 13:31, 13:41, 14:46 dan 17:07 WIB.

Erupsi tersebut memiliki tinggi kolom abu berkisar 800-1.000 meter di atas puncak dan warna kolom kelabu-hitam tebal.

''Dari data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa gunungapi Anak Krakatau masih berpotensi erupsi,'' ujar Abdul.

Abdul mengatakan potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini dapat berupa lontaran lava pijar, material piroklastik maupun aliran lava.

Hujan abu lebat secara umum berpotensi di sekitar kawah di dalam radius 2 km dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin.

"Saat ini tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau ditetapkan pada Level II (Waspada), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak mendekati dan beraktivitas di dalam radius 2 km dari kawah aktif," ujar dia.

Abdul mengimbau agar masyarakat diharapkan agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui PVMBG.

Saat ini beredar video-video erupsi gunungapi Anak Krakatau tahun 2018 yang seakan-akan merupakan kondisi gunungapi tersebut saat ini.

BNPB menghimbau agar masyarakat tidak terpancing dan meneruskan berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas gunungapi Anak Krakatau, dan mengikuti arahan dari instansi yang berwenang.***

Editor: Syaiful Amri


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah